Aliran :
Realistik
Bambang Sadono
Waktu
adalah
pisau lipat yang tajam
di kedua
sisinya
yang selalu
mengincar kita
dan siap
menerkam
sewaktu-waktu
adalah percikan
bunga api
dari langkah
yang terbakar
dan habis tak
tereguk
A.
Analisis
adalah pisau
lipat yang tajam
|
Pada baris
pertama menunjukkan bahwa “Waktu” ibarat sebagai sebuah pisau
|
di kedua
sisinya
|
Baris ke-2 menegaskan
bahwa pisau yang ada pada baris pertama memiliki dua sisi muka yang tajam
|
Yang selalu
mengincar kita
|
Artinya ialah
waktu dapat melukai pemakainya apabila tidak dapat memanfaatkanya
|
Dan siap
menerkam
|
Kalimat ini
pula menegaskan bahwa waktu bisa saja menjadi boomerang yang dapat melukai
|
Sewaktu-waktu
|
Baris ini
menyatakan bahwa hal apapun bisa terjadi kapan saja.
|
Adalah
percikan bunga api
|
“Percikan
bunga api” berarti proses yang telah dilakukan atau waktu yang telah dilalui
|
Dari langkah
yang terbakar
|
“langkah yang
terbakar” ialah proses yang telah dilalui
|
Dan habis
tereguk
|
Kalimat ini
menunjukkan bahwa waktu yang telah dilalui tidak dapat terulang.
|
Puisi
karya Bambang Sadono yang berjudul waktu bertemakan toleransi atau sikap saling
menghargai. Selain itu, puisi ini menuntut kita untuk mewaspadai setiap proses
yang telah dilalui agar mendapatkan hasil yang seimbang.
Puisi
ini mengajarkan bahwa kita harus menghargai waktu bahkan setiap detik langkah
yang dilalui sangat mempengaruhi hasil yang akan diraih.
B. Penyimpangan Bahasa
- Penyimpangan leksikal
Penyimpangan
ini adalah menyimpang dari bahasa yang tidak biasa kita gunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Di dalam puisi ini ditemukan kata pisau lipat yang tajam
yang tidak biasa kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Yang biasanya
menggunakan kata sang matahari.
- Penyimpangan Fonologis
Penyimpangan
ini adalah penyimpangan satu kata yang memiliki lebih dari satu makna. Di puisi
ini ditemukan kata tereguk yang berarti terminum.
C. Struktur Fisik
Tipografi
Bentuk wajah yang ditampilkan pada puisi tersebut
cukup menarik. Penulisannya rata kiri. Bagian kanan tulisan terlihat tidak
teratur. Terkesan singkat dan indah karena tiap baris puisi hanya disusun oleh beberapa
kata saja. Bahkan ada yang satu baris hanya terdiri satu kata. Jadi,
baris-baris dalam puisi itu tidak panjang-panjang, melainkan pendek. Selain
itu, setiap baris tidak diawali dengan huruf kapital. Beberapa baris diawali
huruf kapital dan lainnya diawali huruf kecil.
Diksi
Diksi yang digunakan penyair adalah kata-kata yang
bernada ragu, lemah, bimbang, dan rapuh. Sebagai contoh pengarang menggunakan
kata-kata “Langkah yang terbakar”, “siap menerkam”.
Imaji
Imaji yang muncul dalam puisi tersebut diantaranya
adalah sebagai berikut.
Imaji penglihatan terdapat pada kata-kata “Pisau tajam”. Penyair mengajak pembaca melihat waktu bagaikan sebuah pisau. Kata-kata “Percikan bunga api” mengibaratkan sebuah gemercik yang dapat membakar
Imaji penglihatan terdapat pada kata-kata “Pisau tajam”. Penyair mengajak pembaca melihat waktu bagaikan sebuah pisau. Kata-kata “Percikan bunga api” mengibaratkan sebuah gemercik yang dapat membakar
Imaji sentuh atau rasa terdapat pada kata-kata “langkah
yang terbakar”. Penyair menyampaikan kepada pembaca langkah yang telah
dilewatinya.
Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang muncul didominasi oleh majas
Personifikasi, yaitu pengibaratan. Sebagai contoh kata-kata “ adalah pisau
tajam / siap menerkam” atau kata-kata “percikan bunga api/ langkah yang
terbakar”
Verifikasi
Untuk rima akhirnya mempunyai pola yang tidak beraturan. Sebagai contoh, bait ke-1 hanya terdiri satu baris yang berarti mempunyai rima akhir a. untuk bait ke-2 terdiri dari tiga baris dengan rima akhir a-a-a. Begitu pula untuk bait ke-3 dan ke-4 mempunyai rima akhir a-a, a-a. Untuk bait-bait salanjutnya tidak menentu rima akhirnya.
(2) Analisis Struktur Batin
Tema
Tema puisi tersebut adalah toleransi. Hal itu karena diksi yang digunakan sangat kental dengan kata-kata yang bermakna toleransi.
Perasaan
Perasaan dalam puisi tersebut adalah perasaan terharu dan rindu. Perasaan tersebut tergambar dari diksi yang digunakan antara lain: termenung, menyebut nama-Mu, aku hilang bentuk, remuk, aku tak bisa berpaling.
Nada
Nada dalam puisi tersebut adalah mengingatkan agar pembaca menyadari bahwa waktu sangat berharga. Karena itu, hargailah waktu.
Amanat
Amanat yang dapat kita ambil dari puisi tersebut diantaranya adalah agar kita (pembaca) bisa menghargai waktu. Agar kita bisa memanfaatkan waktu dengan baik.
Komentar
Posting Komentar