Langsung ke konten utama

Bab II Analisis Wacana

Analisis Wacana


 BAB II

PEMBAHASAN


Wacana: lautan penelitian linguistik

Masing-masing bidang penelitian linguistik memiliki basis dan orientasi tersendiri. Namun perlu diingat bahwa bahasa sebagai objek penelitian linguistik terlahir dari beberapa dimensi, yaitu:

Dimensi pikiran manusia

Bahasa tidak begitu saja lahir atau terucap secara verbal, namun melewati serangkaian kodifikasi rumit dalam pikiran dan alat artikulatoris manusia.

Dimensi system gramatika kebahasaan

Setiap bahasa menuntut penutur untuk membahasakan sesuai dengan kaidah gramatika bahasa yang digunakannya. Tanpa kepatuhan terhadap sistem ini, pola pembahasaan akan menunjukkan gejala kekacauan.

Dimensi konteks tuturan

Bahasa dapat dipahami secara tepat, antara lain karena adanaya konteks tuturan yang melahirkannya. Konteks adalah situasi dan kondisi yang melatarbelakangi lahirnya wacana (satuan kebahasaan) tertentu. Pemahaman terhadap konteks tuturan dapat membantu memperlancar komunikasi.

Dimensi-dimensi tersebut tidak selalu menjadi perhatian penelitian linguistik nonwacana. Karena hal tersebut, hasilnya bisa ditebak: kurang kompehensif. Penjabaran masing-masing dimensi akan membuahkan sedemikian luas dan banyak persoalan yang bisa digali dirinya: Pertama, memahami pikiran manusia sama artinya dengan mencoba menghitung bintang-bintang di langit. Sangat sulit dan hampir mustahil.

Kedua, wacana adalah satuan bahasa yang lengkap secara gramatika, baik struktur, realasi-relasinya, maupun faktor-faktor linguistik lainnya. Penelitian wacana sudah seharusnya selalu mendasarkan pada seluk beluk dari dimensi kedua ini.

Ketiga, kelengkapan wacana sebagai satuan kebahasaan sebenarnya juga dilandasi oleh konteks yang melatarbelakanginya. Konteks inilah yang disebut faktor nonlinguistik.

Yang diteliti dalam analsis wacana

Wacana apa yang bisa dan menarik untuk diteliti? Di sekeliling kita sebenarnya tersedia beragam jenis wacana yang menanti perhatian dan sentuhan para peneliti wacana. Bahkan, tidak ada wacana yang tak bisa diteliti. Sepanjang peneliti wacana bisa mengemas dan membuat argumentasi yang baik tentang penelitiannya, maka penelitian wacana jenis apapun akan menarik dan membuat orang penasaran untuk mengetahuinya.

Berikut disajikan contoh jenis wacana dan satuan lingual sebagai data analisisnya:

1. Jenis: Wacana Spanduk

Satuan data analisis:

Marhaban Ya Ramadhan. Dengan ibadah puasa kita tingkatkan iman dan taqwa kepada Allah SWT.

Saksikan dan ikuti Lomba Aeromadeling Tingkat Pelajar Se-DIY dan Jateng. Hadiah Menarik! Diselenggarakan oleh HIMA Institut dan Sains AKPRIND Yogyakarta.

2. Jenis: Wacana Percakapan Jual-Beli

Satuan data analisis:

Pembeli     : jeruk, berapa, Bu?

Penjual      : tujuh ribu, Pak?

Pembeli     : enam ribu, ya.

Penjual      : maaf, Pak. Enam setengah.

Pembeli     : dua kilo, ya. Tolong pilihkan yang bagus-bagus.

3. Jenis: Wacana Judul

Satuan data analisis:

a. Biaya Pilkada Membengak. Pemda Kebinggungan.

b.  Memprihatinkan, Ulah Calo Kapal Pesiar.

c.  Terkait Bom Rakitan . Tiga Awak Bus Diperiksa.

4. Jenis: Wacana Grafiti

Satuan data analisis:

a. Pesan Khusus untuk Presiden Khusus: Orang Bisu Jangan Paksa Bicara. Orang Bicara Jangan Paksa Membisu. Hati Nurani Lebih Berarti Bagi Kami.

b. Punya Pacar Itu Wajar. Banyak Pacar Itu Kurang Ajar.

c.  Malu Membeli Sesat di Jalan. Beli yang Palsu Memalukan.

5. Jenis: Wacana Puisi

Satuan data analisis:

a. Pertanyaan waktu

Sebenarnya apa yang kau cari

Dalam perjalanan panjang ini

Kecuali mencipta bayang-bayang

Kemudian kau buru

Dan Ia

Bakal menyergapmu kembali

Mengkristal sebagai kenangan

Tak urung kau pun tak bakal menang

(Susminto A. Sayuti, Malam Tamansari, hal. 44)

            Melihat keluasan wacana sebagai bahan pengajian dan penelitian, pada bagian berikutnya akan dikemukakan beberapa contoh aplikasinya.  Istilah pengajian memiliki arti sebagai telaah, atau penafsiran, yang pada akhirnya bertujuan untuk memperoleh suatu pemahaman (interprestasi) atas sesuatu data sedangkan istilah ‘penelitian’ (research) dikaitkan secara langsung pada cara telaah yang dilakukan terhadap data wacana.

Aplikasi pengkajian wacana

Kajian deskriptif-struktural wacana paragraf

Kutipan wacana:

Sebuah berita penting memuat akhir pecan ini. Tujuh penasihat hukum mantan Presiden Soeharto, diketuai JF Tampubolon, datang ke Kejaksaan Agung. Mereka minta agar instansi tersebut mengeluarkan surat resmi penghentian pemeriksaan Soeharto. Alasannya, pemeriksaan terdahulu sama sekali tak ditemukan bukti bahwa Soeharto korupsi. Belum kering berita itu, esoknya (Jumat), muncul berita baru. Harian siang Berita Buana Mengangkat tulisan berjudul “Pemeriksaan Soeharto Dihentikan”. (Sumber: ADIL, No. 24/th. ke-67. Edisi 17-23 Maret 1999. Kolom Tajuk, halaman 3).

Pendahuluan

Paragraf adalah salah satu representasi wacana. Suatu paragraf umumnya mengandung satu ‘tema’ yang bersifat otonom. Artinya, paragraf yang satu memiliki tema atau makna yang berbeda dangan paragraf lainya.

Kutipan paragraf di atas bertopik ‘hukum-politik’. Oleh karena itu, paragraf tersebut dapat digolongkan sebagai wacana hukum dan politik. Dilihat dari susunannya, paragraf tersebut bersifat naratif.

Analisis (kajian)

Analisis terhadap paragraf secara berurutan dimulai dari tingkat: kalimat, klausa, frasa, dan morfem. Analisis hanya mengambil beberapa bagian di tiap satuan linguistik.

Analisis Tingkat Kalimat

Aspek-aspek yang dianalisis untuk memperoleh gambaran yang komprehensif tentang struktur paragraf antara lain:

Jenis Kalimat

Jenis kalimat pada paragraf di atas adalah aktif-deklaratif. Sebagian pihak menyebutnya sebagai kalimat berita, karena di dalamnya tidak mengandung kata-kata ajakan, perintah, pertanyaan, persilahan, dan larangan (M. Ramlan, 1996:32: Cook, 1969:38). Ciri yang menonjol dari kalimat jenis ini adalah banyak digunakannya predikat berkategori verba aktif, seperti kata-kata: mencuat, datang, minta, mengeluarkan, muncul dan mengangkat.. satu-satunya verba pasif yang ditemukan adalah kata ditemukan (pada kalimat ke-4).

Alasannya, pemeriksaan terdahulu sama sekali  tak ditemukan bukti bahwa Soeharto korupsi.

Kalimat itu sebenarnya dapat diubah menjadi kalimat aktif (dan ini lebih lazim), seperti:

(b) Alasannya, pemeriksaan terdahulu sama sekali tak menemukan bukti bahwa Soeharto Korupsi.

(2)   Struktur Kalimat

Kalimat pada paragraf di atas terdiri atas kalimat simple, minor (berklausa satu) dan kalimat mayor, majemuk, kompleks (klausa lebih dari satu). Kalimat yang terdiri dari satu klausa, antara lain:

(a)  Sebuah berita penting memuat akhir pekan lalu.

(b) Harian siang Berita Buana mengangkat tulisan berjudul “pemeriksaan Soeharto Dihentikan.”

(3) Makna kalimat

Secara berurutan, untuk memperoleh pemahaman, analisis makna kalimatnya adalah sebagai berikut. 

Kalimat 1) sebuah berita penting mencuat akhir pekan lalu, bermakna informatif, yakni bahwa ada berita penting yang dipublikasikan akhir pekan lalu (sebenarnya kalimat ini belum jelas maksudnya, kemudian dijelaskan pada deretan kalimat berikutnya). 

Analisis Tingkat Klausa

Analisis gramatikal-deskriptif pada tingkat kalusa diarahkan pada pola analisis FKP (fungsi, kategori, peran). 

Analisis FKP klausa 1

Contoh: Suatu berita penting mencuat akhir pekan lalu 

Analisis

Sebuah berita penting

mencuat

akhir pekan lalu


F

S

P

K


K

FN

V

F adv


P

Pengalaman

Keadaan 

Waktu



S= subjek; FN= frasa nomina; P= predikat; K= keterangan

V int= verba intransitive; dan F Adv= frasa adverbial.

Analisis FKP klausa 2

Contoh: Tujuh penasihat hukum datang ke Kejaksaam Agung

Analisis 

Tujuh penasihat hukum

Datang 

Ke Kejaksaan Agung


F

S

P

F


K

F Num

V int

F Prep


P

Pelaku 

Perbuatan 

waktu


F Num= Frasa numeralia; F Prep= Frasa preposisi.

Analisis FKP klausa 3

Contoh: Mereka minta 

Analisis 

Mereka 

Minta 


F

S

P


K

Pro N

V int


P

Pelaku 

Perbuatan 



Pro N= pronominal

Analisis FKP klausa 4

Contoh: Intansi tersebut mengeluarkan surat remi

Analisis

Intansi tersebut

Mengeluarkan

Surat Remi


F

S

P

K


K

F Nom

V tran

F Nom


P

Pelaku

Perbuatan

Penderita



F Nom= frasa nomina; V tran= verba transitif

Analisis Tingkat Frasa

Pada paragraf di atas ditemukan jenis-jenis frasa sebagai berikut: farasa nomina, frasa numeralia, frasa preposisi, frasa adverbia. Secara kuantitatif, jumlah frasa sekurang-kurangnya sebanyak 13 buah. Sebagai contoh adalah sebagai berikut.

Frasa nomina: berita penting, kejaksaan agung, surat resmi, berita baru

Frasa numeralia: tujuh penasihat hukum, sebuah berita.

Frasa preposisi: ke Kejaksaan Agung

Frasa adverbia: akhir pekan lalu, belum kering.

Analisis Tingkat Morfem

Beberapa tahap analisis tingkat morfem berkaitan dengan jenis, jumlah, dan pola pembentukan morfem. Morfem pada kutipan di atas beberapa bentuk morfem bebas (misalnya, berita, penting, tujuh, dsb) dan morfem terikat (misalnya, -an, -ter, -di, dsb)

Contohnya: mengeluarkan(3 morfem) : keluar (morfem asal/bebas) + afiks meN (morfem ikat).

Mengeluarkan:  meN- (1)  keluar (2) kan (3)

Aplikasi penelitian wacana 

Dalam Linguistik, teori yang dapat digunakan untuk mengungkapkan maksud yang terselubung dalam suatu praktik berwacana adalah teori wacana kritis atau analisis wacana kritis (AWK). AWK merupakan suatu teori yang digunakan untuk mengungkapkan hubungan antara ilmu pengetahuan dan kekuasaan. Dalam konteks sehari-hari, AWK dapat digunakan untuk membangun kekuasaan dan hegemoni. Selain itu, AWK juga digunakan untuk mendeskripsikan sesuatu, menerjemahkan, menganalisis, dan mengeritik kehidupan sosial yang tercermin dalam analisis teks atau ucapan. Habermas (dalam Darma, 2009:53) mengemukakan bahwa AWK bertujuan membantu menganalisis dan memahami masalah sosial dalam hubungannya antara ideologi dan kekuasaan. Tujuan AWK adalah mengembangkan asumsi-asumsi dalam teks yang bersifat ideologis yang terkandung di balik kata-kata dalam teks atau ucapan dalam berbagai bentuk kekuasaan. 

AWK bermaksud untuk menjelajahi secara sistematis tentang keterkaitan antara praktik-praktik berwacana, teks, peristiwa, dan struktur sosiokultural yang lebih luas. Jadi, AWK dibentuk oleh struktur sosial (kelas, status, identitas etnik, zaman, dan jenis kelamin), budaya, dan wacana (bahasa yang digunakan). Setiap praktik berwacana merujuk pada aturan, norma, perasaan, sosialisasi yang spesifik dalam hubungannya dengan penerima pesan dan penerjemah pesan. Dalam hal ini, AWK bertujuan menentukan bagaimana individu belajar berpikir, bertindak, dan berbicara dalam berbagai posisi kehidupan sosial (konteks sosial). Menurut Darma (2009:54), konteks sosial adalah tempat di mana wacana terjadi (di pasar, ruang kelas, tempat bermain, tempat suci, dsb). Apapun konteks sosial yang mendasari terjadinya praktik berwacana itu tidak pernah terlepas dari kekuasaan dan ideologi.

Teun A. Van Dijk memperlakukan wacana sebagai entitas berstruktur. Karena itu, pendekatan yang ditawarkan pun bertolak dari pencermatan atas tiga tingkatan struktur wacana, yaitu: struktur supra, struktur mikro, dan struktur makro (superstructure, micro structure, and macrostructure) (Rosidi, 2007:10). Struktur supra menunjuk pada kerangka suatu wacana atau skematika, seperti kelaziman percakapan atau tulisan yang dimulai dari pendahuluan, dilanjutkan dengan isi pokok, diikuti oleh kesimpulan, dan diakhiri dengan penutup. Bagian mana yang didahulukan, serta bagian mana yang dikemudiankan, akan diatur demi kepentingan pembuat wacana. Sementara itu, struktur mikro menunjuk pada makna setempat (local meaning) suatu wacana. Ini dapat digali dari aspek semantik, sintaksis, stilistika, dan retorika. Struktur makro menunjuk pada makna keseluruhan (global meaning) yang dapat dicermati dari tema atau topik yang diangkat oleh pemakaian bahasa dalam suatu wacana.

Dengan menganalisis keseluruhan komponen struktural wacana, dapat diungkap kognisi sosial pembuat wacana. Secara teoretik, pernyataan ini didasarkan pada penalaran bahwa cara memandang terhadap suatu kenyataan akan menentukan corak dan struktur wacana yang dihasilkan. Bila dikehendaki sampai pada ihwal bagaimana wacana tertentu bertali-temali dengan struktur sosial dan pengetahuan yang berkembang dalam masyarakat, maka analisis wacana kritis ini harus dilanjutkan dengan analisis sosial. Melalui analisis wacana kritis, bahasa telah digunakan sebagai peranti kepentingan. Wacana publik, terutama pada kasus yang melibatkan kepentingan

yang saling berbenturan, terbukti telah dijadikan sebagai senjata, baik bagi yang kuat maupun bagi yang lemah. Satu pihak menggunakan wacana sebagai sarana untuk mengendalikan dan merekayasa batin yang lain. Sebaliknya, pihak lain, dengan peranti wacana pula melakukan perlawanan, atau sekurang-kurangnya melakukan pembangkangan.

Analisis Wacana Kritis Van Djick

Pada kajian ini pemberitaan mengenai kasus KPK Vs POLRI akan dianalisis berdasarkan karangka analisis wacana kritis teori Teun A. van Dijk yang terdiri atas 3 langkah. Pertama, teks pemberitaan KPK Vs POLRI dianalisis pada tingkat struktur teks. Pada bagian ini teks berita dilihat berdasarkan struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro. Analisis struktur makro bertujuan untuk melihat makna global dari teks pemberitaan KPK Vs POLRI yang dapat diamati dari topik atau tema yang diangkat dalam teks pemberitaan. Analisis superstruktur untuk melihat kerangka suatu teks sebagai wujud dari penguatan makna global yang ditimbulkan pada topik, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup, dan kesimpulan. Kemudian pada analisis struktur mikro untuk mengetahui elemenelemen terkecil dalam pembentukan wacana atau makna lokal dari teks berita, dapat diamati dari pilihan kata, kalimat dan gaya yang dipakai oleh teks berita.

Kedua, setelah mengetahui struktur teks, kemudian peneliti mendeskripsikan elemen-elemen yang ditemukan untuk mengungkap makna yang tersembunyi dari teks pemberitaan. Penjabaran atau pembahasan keterkaitan antara elemen satu dengan elemen yang lain sehingga dapat terlihat pandangan atau sikap media tersebut terhadap kasus KPK Vs POLR. Ketiga, pembahasan pandangan atau sikap Kompas dan Republika terhadap berita tersebut. Adapun 6 teks berita yang dijadikan data kemudian disebut data 1, 2, 3 sampai 6. Adapun urutannya adalah - Pita Hitam Wujud untuk Matinya Keadilan- Kompas edisi 3 November 2009 (data 1), -‘Dagelan‘ Hukum di Mahkamah Konstitusi‖ Kompas edisi 4 November 2009 (data 2), -Polri Jamin Tak Ada Rekayasa‖ Kompas edisi 6 November 2009 (data 3), -Pita Hitam Wujud keprihatinan Massal‖ Republika edisi 3 November 2009 (berita 4), -Sejarah Penting Penegakan Hukum‖ Republika edisi 4 November 2009 (data 5), dan -Robohnya Kredibilitas Aparat‖ Republika edisi 6 November 2009 (data 6).

Komentar

Posting Komentar