Langsung ke konten utama

Keutuhan Wacana

Keutuhan Wacana


A. Pendahuluan 

Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial. Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian kalimat atau ujaran. Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis dan dapat bersifat transaksional atau interaksional. Dalam peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi antar penyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana terlihat sebagai hasil dari pengungkapan ide/gagasan penyapa. Disiplin ilmu yang mempelajari wacana disebut dengan analisis wacana. Analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan.

Suatu wacana dituntut memiliki keutuhan struktur. Keutuhan itu dibangun oleh komponen-komponen yang terjalin di dalam suatu organisasi kewacanaan. Organisasi inilah yang disebut sebagai struktur wacana. Sebagai sebuah organisasi, struktur wacana dapat diurai atau dideskripsikan bagian-bagiannya. Keutuhan struktur wacana lebih dekat maknanya sebagai kesatuan maknawi (semantik) daripada sebagai kesatuan bentuk (sintaksis).


B. Keutuhan Wacana 

Suatu wacana dituntut memiliki keutuhan struktur. Keutuhan itu dibangun oleh komponen-komponen yang terjalin di dalam suatu organisasi kewacanaan. Organisasi inilah yang disebut sebagai struktur wacana. Sebagai sebuah organisasi, struktur wacana dapat diurai atau dideskripsikan bagian-bagiannya. Keutuhan struktur wacana lebih dekat maknanya sebagai kesatuan maknawi (semantik) daripada sebagai kesatuan bentuk (sintaksis). Menurut Mulyana (2005), suatu rangkaian kalimat dikaitkan menjadi struktur wacana apabila didalamnya terdapat hubungan emosional (maknawi) antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Sebaliknya, suatu rangkaian kalimat belum tentu bisa disebut sebagai wacana apabila tiap-tiap kalimat dalam rangkaian itu memiliki makna sendiri-sendiri dan tidak berkaitan secara semantic.

Wacana yang utuh adalah wacana yang lengkap, yaitu mengandung aspek-aspek yang terpadu dan menyeluruh. Aspek-aspek yang dimaksud antara lain adalah kohesi, koherensi, topik wacana, aspek leksikal, aspek gramatikal, aspek fonologis, dan aspek semantis (Mulyana, 2005:25-26).

Van Dijk dalam Eriyanto (2001:104), melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur atau tingkatan yang masing-masing bagian saling mendukung. Ia membaginya ke dalam tiga tingkatan. Pertama, struktur makro, yaitu makna global atau umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu berita. Kedua, superstruktur, ialah struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka suatu teks, bagaimana bagian-bagian teks tersusun ke dalam berita secara utuh. Ketiga, struktur mikro, adalah makna wacana yang dapat diamati dari bagian kecil dari suatu teks yakni kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase, dan gambar.t

C. Sruktur Wacana 

Dalam arti luas, struktur adalah konteks dalam ruang. Dilihat secara khusus, struktur akan membatasi ruang gerak kebebasan dan daya cipta. Kalau struktur adalah konteks dalam ruang, sejarah adalah konteks dalam waktu (Kleden, 2004: 364). Struktur mencakup lapisan-lapisan tertentu. Sebagai sebuah struktur, wacana merupakan satuan gramatikal yang terbentuk dari dua lapisan, yaitu lapisan bentuk dan lapisan isi. Kepaduan makna (kohesi) dan kekompakan bentuk (koherensi) merupakan dua unsur yang turut menentukan keutuhan wacana.

Kajian struktur wacana bergayutan dengan empat hal, yakni kohesi dan koherensi, unsur gramatikal, unsur leksikal, dan unsur semantik. Berikut ini paparan dari masing-masing hal yang berkaitan dengan struktur wacana tersebut.

D. Kohesi 

Kohesi merupakan aspek formal dalam organisasi sintaksis, wadah kalimat-kalimat disusun secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan. Kohesi mengacu pada hubungan antarkalimat dalam wacana, baik dalam tataran gramatikal maupun dalam tataran leksikal (Gutwinsky, 1976: 26). Agar wacana itu kohesif, pemakai bahasa dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang kaidah bahasa, realitas, penalaran (simpulan sintaksis). Oleh karena itu, wacana dikatakan kohesif apabila terdapat kesesuaian bentuk bahasa baik dengan ko-teks (situasi dalam bahasa) maupun konteks (situasi luar bahasa).

E. Koherensi 

Koherensi merupakan unsur isi dalam wacana, sebagai organisasi semantik, wadah gagasan disusun dalam urutan yang logis untuk mencapai maksud dan tuturan dengan tepat. Koherensi adalah kekompakan hubungan antar kalimat dalam wacana. Meskipun begitu, interpretasi wacana berdasarkan struktur sintaksis dan leksikal bukan satu-satunya cara. Labov (1965) menjelaskan bahwa kekoherenan wacana ditentukan pula oleh reaksi tindak ujaran yang terdapat dalam ujaran kedua terhadap ujaran sebelumnya.

F. Unsur-unsur Wacana 

1. Unsur Gramatikal 

Keutuhan wacana dapat dilingkupkan dengan unsur-unsur gramatikal, seperti : referensi, substitusi, ellipsis, paralelisme, dan konjungsi.

1) Referensi 

Referensi atau pengacuan merupakan hubungan antara kata dengan acuannya. Kata-kata yang berfungsi sebagai pengacu disebut deiksis sedangkan unsur-unsur yang diacunya disebut anteseden. Referensi dapat bersifat eksoforis (situasional) apabila mengacu ke anteseden yang ada di luar wacana, dan bersifat endoforis (tekstual) apabila yang diacunya terdapat di dalam wacana. Referensi endoforis yang berposisi sesudah antesedennya disebut referensi anaforis, sedangkan yang berposisi sebelum antesedennya disebut referensi kataforis.

2) Substitusi 

Substitusi mengacu ke penggantian kata-kata dengan kata lain. Sibstitusi mirip dengan referensi. Perbedaannya, referensi merupakan hubungan makna sedangkan substitusi merupakan hubungan leksikal atau gramatikal. Selain itu, substitusi dapat berupa proverba, yaitu kata-kata yang digunakan untuk menunjukkan tindakan, keadaan, hal, atau isi bagian wacana yang sudah disebutkan sebelum atau sesudahnya juga dapat berupa substitusi klausal.

3) Ellipsis 

Elipsis merupakan penghilangan satu bagian dari unsure kalimat. Sebenarnya, ellipsis sama dengan substitusi, tetapi elipsis ini disubstitusikan oleh sesuatu yang kosong. Elipsis biasanya dilakukan dengan menghilangkan unsur-unsur wacana yang telah disebutkan sebelumnya. 

4) Paralelisme 

Pararelisme merupakan pemakaian unsur-unsur gramatikal yang sederajat. Hubungan antara unsur-unsur itu diurutkan langsung tanpa konjungsi.

5) Konjungsi 

Konjungsi merupakan kata-kata yang digunakan untuk menghubungkan unsur-unsur sintaksis (frasa, klausa, kalimat) dalam satuan yang lebih besar. Sebagai alat kohesi, berdasarkan perilaku sintaksisnya konjungsi dapat dibedakan sebagai berikut:

Konjungsi koordinatif yang menghubungkan unsur-unsur sintaksis yang seerajat seperti dan, atau, tetapi;

Konjungsi subordinatif yang menghubungkan unsur-unsur sintaksis yang tidak sederajat seperti waktu, meskipun, jika;

Konjungsi korelatif yang posisinya terbelah, sebagian terletak di awal kalimat, dan sebagian lagi di tengah kalimat seperti baik…, maupun meskipun…, tapi…;

Konjungsi antarkalimat yang menghubungkan kalimat-kalimat dalam sebuah paragraph. Konjungsi ini selalu ada di depan kallimat seperti karena itu, oleh sebab itu, sebaliknya, kesimpulannya, jadi….


2.Unsur Leksikal 

Unsur leksikal atau kohesi leksikal adalah hubungan antarunsur di dalam wacana secara semantis. Kohesi leksikal ini terdiri dari: pengulangan (repetisi), padan kata (sinonimi), lawan kata (antonimi), sanding kata (kolokasi), hubungan atas-bawah (hiponimi), serta kesepadanan atau paradigma (ekuivalensi).

1) Repetisi (pengulangan)

Repetisi adalah pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai (Sumarlam, 2001:35). Berdasarkan tempat satuan lingual yang diulang dalam baris, klausa atau kalimat, repetisi dapat dibedakan menjadi delapan macam, yaitu repetisi epizeuksis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanalepsis, dan anadiplosis (Keraf, 1994: 127-128)

2) Sinonimi (padan kata)

Sinonimi diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang sama; atau ungkapan yang maknanya kurang lebih sama dengan ungkapan lain (Chaer, 1990:85). Secara garis besar, kata-kata sinonim adalah kata-kata yang sama artinya. Namun sebenarnya tidak ada dua kata yang seratus persen bersinonim. Hal ini diungkapkan Keraf (1984:131) bahwa antara dua kata selalu terdapat perbedaan, walaupun sedikit saja; entah perbedaan itu berupa perasaan kata saja maupun perbedaan makna dan perbedaan lingkungan yang dapat dimasukinya. Sinonimi merupakan salah satu aspek leksikal untuk mendukung kepaduan wacana. Sinonimi berfungsi menjalin hubungan makna yang sepadan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam wacana.

Berdasarkan wujud satuan lingualnya, sinonimi dapat dibedakan menjadi lima macam yaitu, (1) sinonimi antara morfem (bebas) dengan morfem (terikat), (2) kata dengan kata (3) kata dengan frase atau sebaliknya, (4) frasa dengan frasa, (5) klausa/kalimat dengan klausa/kalimat.

3) Kolokasi (sanding kata)

Kolokasi atau sanding kata adalah asosiasi tertentu dalam menggunakan pilihan kata yang cenderung digunakan secara berdampingan. Kata-kata yang berkolokasi adalah kata-kata yang cenderung dipakai dalam satu domain atau jaringan tertentu, misalnya dalam jaringan pendidikan akan digunakan kata-kata yang berkaitan dengan masalah pendidikan dan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Kata-kata seperti guru, murid, buku, sekolah, pelajaran, dan alat tulis misalnya, merupakan contoh kata-kata yang cenderung dipakai secara berdampingan dalam domain sekolah atau jaringan pendidikan.

4) Hiponimi (hubungan atas-bawah)

Hiponimi (hubungan atas-bawah) diartikan sebagai satuan bahasa (kata, frase, kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna satuan lingual yang lain. Unsur atau satuan lingual yang mencakupi beberapa unsur atau satuan lingual yang berhiponim itu disebut ”hipernim” atau “superordinat”.

5) Antonimi (lawan kata)

Antonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang lain; atau satuan lingual yang maknanya berlawanan atau beroposisi dengan satuan lingual yang lain. Antonimi disebut juga oposisi makna. Pengertian oposisi makna mencakup konsep yang betul-betul berlawanan sampai kepada yang hanya kontras makna saja.

Berdasarkan sifatnya, oposisi makna dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu (1) oposisi mutlak, (2) oposisi kutub (3) oposisi hubungan, (4) oposisi hirarkial, dan (5) oposisi majemuk. Oposisi makna atau antonimi juga merupakan salah satu aspek leksikal yang mampu mendukung kepaduan wacana secara semantis (Sumarlam, 2003:40).

6) Ekuivalensi (kesepadanan atau paradigma)

Ekuivalensi adalah hubungan kesepadanan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual yang lain dalam sebuah paradigma. Dalam hal ini, sejumlah kata hasil proses afiksasi dari morfem asal yang sama yang menunjukkan adanya hubungan kesepadanan, misalnya hubungan makna antara kata membeli, dibeli, membelikan, dibelikan,, dan pembeli, semuanya dibentuk dari bentuk asal yang sama yaitu beli. Demikian pula belajar, mengajar, pelajar, pengajar, dan pelajaran yang dibentuk dari bentuk asal ajar juga merupakan hubungan ekuivalensi.

3. Unsur Semantis

Hubungan-hubungan semantis antara kalimat-kalimat yang menyebabkan wacana itu memang banyak di antaranya yaitu:

sebab-akibat,

 sarana- hasil,

 alasan-sebab,

 sarana-tujuan,

 latar-simpulan,

 kelonggaran-hasil,

  syarat-hasil,

 perbandingan

 parafrasis,

 amplikatif,

 aditif waktu,

aditif nonwaktu,

 identifikasi,

 generik-spesifik, dan

 ibarat.


G. Pengertian Topik, Tema dan Judul 

1. Pengertian Topik 

Topik berasal dari bahasa Yunani : (topoi) adalah inti utama dari seluruh isi tulisan yang hendak disampaikan. Topik merupakan hal yang ditentukan pertama kali saat penulis akan membuat tulisan. Topik awal tersebut kemudian dikembangkan menjadi sebuah tulisan. Biasanya, topik terdiri dari satu atau dua kata yang singkat. Kriteria topik yang baik:

Penulis menguasainya dengan baik dan mengetahui prinsip-prinsip ilmiahnya.

Menarik untuk ditulis dan dibaca.

Jangan terlalu baru, teknis, dan kontroversial.

Bermanfaat.

Jangan terlalu luas.

Topik yang dipilih harus berada disekitar kita.

Memiliki ruang lingkup yang sempit dan terbatas.

Memiliki data dan fakta yang obyektif.

Memiliki sumber acuan atau referensi.

Topik yang terlalu luas menghasilkan tulisan yang dangkal, tidak mendalam, dan tidak tuntas. Selain itu, pembahasan menjadi tidak fokus pada masalah utama yang ditulis atau dibaca. Akibatnya, pembahasan menjadi panjang, namun tidak berisi. Sebaliknya, topik yang terlalu sempit menghasilkan tulisan yang tidak (kurang) bermanfaat bagi pembacanya. Selain itu, karangan menjadi sulit dikembangkan, hubungan variabel kurang jelas, tidak menarik untuk dibahas atau dibaca. Oleh Karena itu, pembahasan topik harus dilakukan secara cermat, sesuai dengan kemampuan dana, tenaga, waktu, tempat, dan kelayakan yang dapat siterima oleh pembacanya.

Cara membatasi sebuah topik dapat dilakukan dengan mempergunakan cara sebagai berikut:

Tetapkanlah topik yang akan digarap dalam kedudukan sentral.

Mengajukan pertanyaan, apakah topik yang berada dalam kedudukan sentral itu masih dapat dirinci lebih lanjut? Bila dapat, tempatkanlah rincian itu sekitar lingkaran topik pertama tadi.

Tetapkanlah dari rincian tadi mana yang akan dipilih.

Mengajukan pertanyaan apakah sektor tadi masih dapat dirinci lebih lanjut atau tidak.

Syarat topik yang baik:

Menarik untuk ditulis dan dibaca. Topik yang menarik bagi penulis akan meningkatkan kegairahan dalam mengembangkan penulisannya, dan bagi pembaca akan mengundang minat untuk membacanya.

Dikuasai dengan baik oleh penulis minimal prinsip-prinsip ilmiah. Untuk menghasilkan tulisan yang baik, penulis harus menguasai teori-teori (data sekunder), data di lapangan (data primer). Selain itu, penulis juga harus menguasai waktu, biaya, metode pembahasan, bahasa yang digunakan, dan bidang ilmu.

2) Pembatasan sebuah topik:

Topik harus terbatas. Pembatasan sebuah topik mencangkup: konsep, variabel, data, lokasi(lembaga) pengumpulan data, dan waktu pengumpulan data. Topik yang terlalu luas menghasilkan tulisan yang dangkal, tidak mendalam, dan tidak tuntas. Selain itu, pembahasan menjadi tidak fokus pada masalah utama yang ditulis atau dibaca. Akibatnya, pembahasan menjadi panjang, namun tidak berisi. Sebaliknya, topik yang terlalu sempit menghasilkan tulisan yang tidak (kurang) bermanfaat bagi pembacanya. Selain itu, karangan menjadi sulit dikembangkan, hubungan variabel kurang jelas, tidak menarik untuk dibahas atau dibaca. Oleh Karena itu, pembahasan topik harus dilakukan secara cermat, sesuai dengan kemampuan dana, tenaga, waktu, tempat, dan kelayakan yang dapat diterima oleh pembacanya.

Sumber-sumber mendapatkan topik yang baik:

Sumber-sumber untuk menulis sebuah topik datangnya bisa lewat mana saja , antara lain yaitu sebagai berikut:

Sumber pengalaman kita ataupun orang lain.

Sumber-sumber pengamatan.

Sumber-sumber imajinasi.

Dan hasil dari penalaran kita.


3) Pengertian Tema 

Tema berasal dari bahasa Yunani “thithenai”, berarti sesuatu yang telah diuraikan atau sesuatu yang telah ditempatkan. Tema merupakan amanat utama yang disampaikan oleh penulis melalui karangannya. Dalam karang mengarang, tema adalah pokok pikiran yang mendasari karangan yang akan disusun. Dalam tulis menulis, tema adalah pokok bahasan yang akan disusun menjadi tulisan. Tema ini yang akan menentukan arah tulisan atau tujuan dari penulisan artikel itu. Menentukan tema berarti menentukan apa masalah sebenarmya yang akan ditulis atau diuraikan oleh penulis. Syarat-syarat tema yang baik:

Tema menarik perhatian penulis yaitu dapat membuat seorang penulis berusaha terus-menerus untuk membuat tulisan atau karangan yang berkaitan dengan tema tersebut.

Tema dikenal/diketahui dengan baik. Maksudnya pengetahuan umum yang berhubungan dengan tema tersebut sudah dimilki oleh penulis supaya lebih mudah dalam penulisan tulisan/karangan.

Bahan-bahannya dapat diperoleh. Sebuh tema yang baik harus dapat dipikirkan apakah bahannya cukup tersedia di sekitar kita atau tidak. Bila cukup tersedia, hal ini memungkinkan penulis untuk dapat memperolehnya kemudian mempelajari dan menguasai sepenuhnya.

Tema dibatasi ruang lingkupnya yaitu tema yang terlampau umum dan luas yang mungkin belum cukup kemampuannya untuk menggarapnya akan lebih bijaksana kalau dibatasi ruang lingkupnya.

Tema dapat dikesan melalui:

Perwatakan watak-watak dalam sesebuah cerita.

Peristiwa,kisah,suasana dan unsur lain seperti nilai-nilai kemanusian dan kemasyarakatan yang terdapat dalam cerita.

Persoalan-persoalan yang disungguhkan dan kemudian mendapatkan pokok persoalannya secara keseluruhan.

Plot cerita.

Tema harus Bermanfaat.

Tema yang dipilih harus berada disekitar kita.

Tema ya4. ng dipilih harus yang menarik.

Tema yang dipilih ruang lingkup sempit dan terbatas.

Tema yang dipilih memiliki data dan fakta yang obyektif.

Tema yang dipilih harus memiliki sumber acuan.

Sumber-sumber mendapatkan tema:

Sumber-sumber untuk menulis sebuah tema datangnya bisa lewat mana 

saja , kapan saja, dan dimana saja antara lain yaitu sebagai berikut:

Sumber pengalaman kita ataupun orang lain.

Sumber-sumber pengamatan.

Sumber-sumber imajinasi.

Dan hasil dari penalaran kita.

Proses perwujudan tema dalam wacana:

Tema

Anak tema

Judul wacana

Kerangka wacana

Memperinci kerangka wacana

Mengembangkan rincian kerangka wacana menjadi paragraf

Memadukan paragraf menjadi wacana

Mengkaji ulang & memperbaiki

Wacana

4) Pengertian Judul 

Judul adalah perincian atau penjabaran dari topik. Judul lebih spesifik dan sering telah menyiratkan permasalahan atau variabel yang akan dibahas. Judul juga merupakan nama yang dipakai untuk buku, bab dalam buku, kepala berita, dan lain-lain; identitas atau cermin dari jiwa seluruh karya tulis, bersifat menjelaskan diri dan yang manarik perhatian dan adakalanya menentukan wilayah (lokasi). Dalam artikel judul sering disebut juga kepala tulisan. Ada yang mendefinisikan Judul adalah lukisan singkat suatu artikel atau disebut juga miniatur isi bahasan. Judul hendaknya dibuat dengan ringkas, padat dan menarik. Judul artikel diusahakan tidak lebih dari lima kata, tetapi cukup menggambarkan isi bahasan. Judul tidak harus sama dengan topik. Jika topik sekaligus menjadi judul, biasanya karangan akan bersifat umum dan ruang lingkupnya sangat luas. Judul dibuat setelah selesai menggarap tema, sehingga bisa terjamin bahwa judul itu cocok dengan temanya. Sebuah judul yang baik akan merangsang perhatian pembaca dan akan cocok dengan temanya. Judul hanya menyebut ciri-ciri yang utama atau yang terpenting dari karya itu, sehingga pembaca sudah dapat membayangkan apa yang akan diuraikan dalam karya itu. berikut fungsi judul sebagai berikut: 

Merupakan identitas atau cermin dari jiwa seluruh tulisan.

Temanya menjelaskan diri dan menarik sehingga mengundang orang untuk membaca isinya.

Gambaran global tentang arah, maksud, tujuan, dan ruang lingkupnya.

Relevan dengan seluruh isi tulisan, maksud masalah, dan tujuannya.

Syarat-syarat pembuatan judul sebagai berikut :

Harus relevan = Mempunyai keterkaitan dengan temanya atau bagian-bagian penting dari tema.

Harus provokatif = Menarik sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa ingin tahu tiap pembaca terhadap isi tulisan.

Harus singkat = Tidak boleh mengambil kalimat atau frasa yang panjang, tetapi harus berbentuk kata atau rangkaian kata yang singkat. Jika penulis tidak dapat menghindari judul yang panjang, maka dapat menggunakan solusi dengan membuat judul utama yang singkat, tetapi dengan judul tambahan yang panjang.

Harus asli = Jangan menggunakan judul yang sudah pernah dipakai.



DAFTAR PUSTAKA


Sudaryat, Yayat. 2008. Makna Dalam Wacana. Bandung: Yrama Widya.

Mulyana. 2005. Kajian Wacana Teori, Metode, dan Aplikasi Prinsip-Prinsip Analisis.

Fokker, AA. 1960. Sintaksis Indonesia. Jakarta : Pranja Paramita.




Komentar