Harapan merupakan sebuah penentu awal dan akhir bagi manusia. Sebab, ada sebagian manusia yang mampu mengawali dan sukses menjalani hidupnya dengan sebuah harapan. Juga ada pula sebagian lain yang justru mengakhirinya karena sebuah kekecewaan yang didapatkan dari sebuah harapan.
Manusia bisa hidup tanpa makan, tapi tidak bisa hidup tanpa harapan dan harapan itulah penyebab manusia itu kecewa.
~ Sujiwo Tejo ~
Ya, perasaan kecewa kerapkali merupakan buah dari pengharapan atau hasil dari imajinasi kita. Tidak sedikit orang yang merasa kecewa terhadap suatu hal atau benda. Padahal, jika kita telisik secara mendalam, kekecewaan itu muncul akibat imajinasi kita sendiri. Sebagai gambaran, ketika kita mengenal seseorang dan kita sudah menggambarnya dalam pikiran kita, tetapi saat bertemu secara langsung ternyata berbeda jauh dengan apa yang kita bayangkan. Kekecewaan itu pun muncul. Lantas, siapakah yang salah? Orang tersebut atau justru pikiran kita?
Lalu, apakah kita tidak boleh berharap dan/atau mengimajinasikan sesuatu yang akan terjadi pada diri kita? Ada beberapa jawaban yang mungkin sesuai dengan yang kamu inginkan, atau justru beberapa jawaban ini mampu mengubah apa yang kamu pikirkan.
Jawaban pertama saya ambil dari kisah teman seperjuangan sewaktu kuliah. Satu waktu kami mengadakan sebuah acara kampus dan dia ditunjuk sebagai pewara atau mc di acara tersebut. Ia bercerita bahwa dirinya merasa sedikit kecewa dengan performanya saat membawakan acara itu. Sebab, sebelum acara dirinya sudah berlatih maksimal dan membayangkan bahwa dirinya akan membawakan acara tersebut dengan performa terbaiknya. Namun entah karena suatu kesalahan kecil (tidak berakibat) yang dilakukan dan ia merasa kecewa dengan hal itu. Meski demikian, ia tidak patah semangat dalam berlatih dan berharap bahwa penampilan berikutnya lebih baik. Alhasil, sampai saat ini teman saya tersebut selalu dipercaya untuk menjadi pewara setiap kali ada acara di tempat kerjanya maupun di sekitar tempat tinggalnya, dan penampilannya semakin baik serta profesional.
Kesimpulan kisah di atas, kita bebas mengimajinasikan harapanmu akan sesuatu. Namun perlu diingat bahwa kita juga harus menyiapkan mental dan mampu memunculkan opsi-opsi sebagai antisipasi dari berbagai kemungkinan yang terjadi. Mengimajinasikan harapan atau dikenal dengan istilah afirmasi juga merupakan cara untuk mengupayakannya, sehingga kita mampu berupaya menyiapkan diri apabila harapan tersebut dapat terwujud.
Harapan akan menjadi awal yang baik bagi orang yang mampu berdamai dengan kesalahan dan kekecewaan.
Jawaban kedua saya ambil dari kisah seorang rekan saya. Waktu itu dia sedang gencar dan sangat bersemangat terhadap usaha yang sedang dirintisnya. Sebelum usahanya dimulai, dia sudah membayangkan segala sesuatu yang menyenangkan. Usaha yang berjalan mulus dan lancar, kehidupan yang mewah dan glamour, serta keinginan-keinginan lain yang mampu digapai dengan mudah baginya. Namun, ia hanya berfokus pada harapan yang menyenangkannya itu tanpa memikirkan berbagai kemungkinan yang bisa saja terjadi. Rupanya benar, beberapa waktu kemudian dia merasa terpuruk karena usaha yang dijalaninya tidak sesuai dengan harapan. Ia merasa putus asa dengan kebangkrutan yang dialaminya.
Kisah lain yang hampir sama dialami oleh salah seorang kawan sepermainan saya. Ia sedang mencoba berkenalan dengan seorang wanita. Kawan saya ini selalu membayangkan bahwa kenalannya ini adalah seorang pribadi yang cantik dan menyenangkan. Ia tidak berpikir atau membayangkan hal lain yang mungkin terjadi. Sebab, imajinasinya tersebut merupakan hasil dari pengalamannya saat mengobrol melalui pesan singkat dan sosial media. Namun, pada saat pertemuan demi pertemuan, imajinasi akan wanita yang dikenalnya luntur karena apa yang diharapkan dan diimajinasikannya itu tidak sesuai. Alhasil, ia tidak lagi memperpanjang perkenalan tersebut.
Dari kisah-kisah tersebut dapat disimpulkan bahwa kita tidak boleh mengharapkan sesuatu dan mengimajinasikan sesuatu tanpa kesiapan yang cukup. Sebab, berharap sesuatu yang mungkin tidak sesuai imajinasi hanya akan menyakiti kitabdengan perasaan kecewa. Ini bisa menjadi penyebab kesedihan dan bahkan menjadi awal keterpurukan, sebab yang pada awalnya kita bersemangat terhadap sesuatu tersebut dan ketika tidak sesuai, kita merasa tidak antusias lagi hingga akhirnya menyerah. Ini seringkali terjadi saat kamu mengawali bisnis, karier, pekerjaan dan bahkan pada hubungan romantisme dan pertemanan.
Harapan akan menjadi akhir bagi orang yang bermental rendah yang tidak mampu mengendalikan imajinasinya dan tidak mampu menangkap solusi dari masalahnya.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, kita dapat melihat bahwa sebuah harapan bisa menjadi sesuatu yang pahit dan menyakitkan jika kita tidam mampu mengendalikannya. Namun harapan juga mampu membuahkan sesuatu hal yang manis dan membahagiakan. Sebab, kunci dari sebuah perasaan diri kita adalah penerimaan diri yang baik.
Sampai di sini dulu perjumpaan kita, semoga bisa bertemu kembali lewat coretan-coretan lainnya. Sampai jumpa dan salam hangat untukmu.
Komentar
Posting Komentar